Kamis, 15 September 2011

Pak Wali, Ini Serius Lho…


Palembang boleh saja bangga akan mall-mall yang menjulang. RS bertaraf ”dunia akherat”, hotel-hotel mewah nan megah. Dan masih banyak fasilitas kelas jet set lainnya. Sebenarnya tahu nggak? Semua fasilitas yang serba kelas wahid tersebut diperuntukkan untuk kalangan berduit. Bagi yang duitnya pas-pasan jangan pernah berharap bisa menikmati sajian Palembang itu.
Misalnya, bagaimana orang mau berobat ke RS Siloam, kalau tarif yang bakal dikenakannya diatas Rp100 Ribu per malam apalagi membawa kartu Jamkesmas. Jangan pernah bermimpi tidur di hotel Aston atau Novotel yang harganya Rp50 Ribu permalam. Apalagi berbelanja bebas hanya dengan membawa Rp25 Ribu di mall-mall yang akan dibangun nanti.
Palembang sepertinya hanya memikirkan kalangan berduit. Bagi kaum miskin dan penghasilan pas-pasan dilarang mendekat ke area publik yang disebutkan tadi. Lha kira-kira pernah terpikirkan nggak sih pak Wali menyediakan wahana bermain bagi warga Palembang berkumpul dan bersendagurau. Anak-anak lari kesana-kesini dengan riang mencoba wahana permainan.
Tidak usah muluk-muluk, seperti prosotan, ayunan, main ayun-ayunan saja. Sementara itu orang tua si anak berkumpul, bikini arisan dan saling silaturahim sembari menyaksikan anaknya bermain lepas. Ada nggak taman bermain di Palembang seperti itu?! Tapi diingat lho, wahana bermain tersebut adalah benar-benar milik warga Palembang dan bukan diswastakan! Kalau di swastakan, sudah banyak di pasar 16 Ilir boss...! Apalagi wahana bermain tersebut hingga parkirnya pun dibebaskan alias gratis.
Terpikirkan nggak sih para anggota dewan yang sangat terhormat memperjuangkan wahana bermain tersebut? Saat menyaksikan di televisi tentang wahana bermain kota yang dimiliki kota Malang, saya begitu iri. Betapa pedulinya pak Wako disana. Arena bermain anak-anak disana komplit-plit-plit nan spesial pakai telur.
Bahkan untuk memanjakan para warganya, pak Wako Malang disana membuat kran air yang bisa langsung diminum alias drinkable. Mau warganya minum sampai kembung pun tidak dilarang! Hehee.. Anak-anak Malang pun bisa minum puas setelah ”malek” (bosan) menjajal arena bermain.
Tidak berhenti sampai disitu, Satpol PP disediakan untuk memberikan rasa aman pada warganya. Di negara komunis seperti Laos saja, pas kebetulan saya sendiri pernah kesana saat meliput SEAG XXV. Di negara yang masih menganut paham komunis tersebut menyediakan ruang-ruangan terbuka dan arena bermain bagi warganya. Bahkan ada taman tengah kota yang halamannya digunakan anak-anak Laos bermain bola tanpa diusir Satpol PP.
Apakah masyarakat miskin di Palembang baru merasakan prosotan disaat TK dan PAUD tutup jam belajarnya? Apakah anak-anak ini kucing-kucingan dengan penjaga sekolah tersebut hanya untuk bermain ayunan? Sampai kapan kondisi ini terus dan akan berlangsung di kota tercinta ini? Mustahil kayaknya. Tapi Wallahualam. Siapa tahu pak Wako segera merespon cepat dan tergerak hatinya untuk segera merealisasikan impian masyarakat menengah kebawah. Aaamiiin.



Pak Dahlan Sering-Seringlah ke Maskarebet

Lebih dari 12 jam wilayah Maskarebet dan sekitarnya matot listrik alias mati total. Dari jam 8 pagi sampai jam 21.00 Wib belum juga teratasi. Ketika rekan saya menelpon ke PLN, disana dijawab baru pemeliharaan gardu yang ada di Talang Kelapa. Pertanyaan saya mencuat, itu pemeliharaan apa nyabuti tiang listrik. Masak, beneri gardu memakan waktu 12 jam. Mbangeti atau bahasa Rhoma Irama-nya Terlalu.
Apa yang dikirim petugas disana baru lulus sekolah? atau jangan-jangan lantaran kena hujan paginya, tiang listriknya menjadi licin. Dan mereka harus menunggu benar-benar kering tiangnya tadi. Hingga para pekerja bisa dinyatakan aman ketika harus menaikinya.
Sampai kejadian semalam, telpon saya terus berdering dari para tetangga ada apa gerangan ini? “Mas cobo ditelpon, apo dio maksud PLN ni,” kata tetangga depan rumah. “Madai mati listrik dari pagi sampai malem,” keluhnya lagi.
Tak berhenti sampai disitu, telpon saya pun kembali berdering. Kali ini sahabat yang ada di Kebun Bunga pun protes. “Benar-benar keterlaluan. Gara-gara mati lampu, tedmon banyu kosong. Belum lagi kipas dak idop. PLN pay*h,” gerutunya.
Sebenarnya kalau mau ditulis semuanya, umpatan dan cacian menghujam ke Perusahaan Listrik Negara ini. beruntunglah si penulis tidak sampai hati menulis umpatan-umpatan para tetangga dan rekan-rekan. Kalau mati lampu barang 2-3 jam, masih bisa ditolerir. Lha ini matinya sampai 12 jam lebih. Praktis, warga hanya bisa pasrah tanpa daya.
Namun berita gembira sedikit menyeruak ke telinga saya selang satu jam kemudian. Pukul 22.00 Wib, saya mendapatkan laporan dari tetangga bahwa kompleks sudah nyala lampunya. Sayangnya dibalik berita suka itu, terselubung berita duka yang sangat mendalam. Ternyata, lorong tempat saya tinggal masih mati lampu. Praktis sekitar 10 rumah masih gelap gulita. Jlegarrrrrrrrr, mati aku.
Tak berselang lama, telpon pun kembali bergetar tanda sms masuk. Terbaca disana, “Ayah coba tanyain PLN kapan nyalanya. Tinggal deretan kita aja yang masih mati,” bunyi sms dari istri di rumah. Kalau modelnya begini, saya berdoa semoga pak Dahlan Iskan (Dirut PLN) sering-sering ke Maskarebet.
Saya benar-benar menaruh besar pada bapak yang satu itu. Di tangannya, PLN menjelma menjadi perusahaan yang dulunya sangat dibenci, kini berangsur-angsur agak tidak dibenci. Saya mencatat beberapa kali pak Dahlan Iskan ke Palembang, belum pernah ada kejadian PLN mematikan lampunya. Lha ini, mati lampu kok selama 12 jam. Ya Allah, berikanlah kesabaran pada kami agar tidak mengumpat dan berkata jorok. Aamiiin.